Minggu, 1 Juni 2025, masih diatas panggung yang sama, PPM Al-Muhibbin kembali menyelenggarakan ujian terbuka Tahfidzul Qur’an jenjang SMP. Seperti biasa dengan suasana yang sama, panggung munaqosyah selalu tampil dengan pesona terbaiknya, meski dengan para aktor yang berbeda.
Akan tetapi, pada siang hari ini performanya cukup menarik perhatian, sebab peniadaan grup gamelan kumbayana diganti dengan seni wayang kulit, hasta karya santri SMP sendiri. Tidak jarang warga lokal bebondong menyaksikan pagelaran wayang, katanya rindu dengan seni traditional itu. Sehingga dengan gamblang membuktikan bahwa munaqosyah Qur’an tidak semata penyetoran hafalan, melainkan pengembangan minat dan juga bakat yang dimiliki setiap santri.
Namun, disamping itu, munaqosyah pasti membawa cerita tersendiri bagi para penghafal Qur’an dan para orang tua murid sebab, jelas terlabel ujian dan pembuktian dalam visi misinya. Maka tidak heran pabila masih terdengar deru tangis dan peluh perjuangan disekitar panggung sebelum performa dilaksanakan.
“persiapan munaqosyah kali ini cukup melelahkan bagi saya, sebab dengan begitu banyak hafalan dan juga kegiatan disini saya harus pintar-pintar membagi waktu untuk muroja’ah dan menambah hafalan, bahkan waktu tidur mau tidak mau harus rela untuk dikurangi, tapi Alhamdulillah memang usaha tidak mengkhianati hasil, meski masih sedikit pesimis saat hendak menghadap panggung.” Ujar Salsabila salah seorang peserta munaqosyah Qur’an.
Walaupun sudah jelas tertulis banyak kisah mengharukan pasca munaqosyah, cerita kali inj membawa pembaca agar lebih dalam memahami apa aitu perjuangan dan usaha, sebab dalam setiap lini peristiwa pasti akan memberikan cerita dengan versinya sendiri.
“Saya awalnya kaget ketika mendengar bahwa anak saya bisa menghafal Al Qur’an, sehingga yang awalnya saya tidak berkenan untuk hadir ya… mungkin karena jarak antara Bali dan Tuban juga sangat jauh kan, akhirnya memutuskan untuk hadir sebagai bentuk apresiasi dan juga dukungan kuat untuk anak saya, sebab saya tahu pasti bahwa usaha anak saya untuk menghafal Qur’an pasti sangat berat dan melelahkan.” Tutur Ibu Eva selaku walisantri Ananda Najwa dari Bali.
Penuturan Ibu Eva sangatlah selaras, dengan paragraph lima, sebab setiap usaha dan perjuangan mesti memerlukan sebuah apresiasi, walaupun hanya perlakuan kecil. Semangat juang akan lebih bertambah dengan apresiasi yang cukup, meski terbilang sederhana.

Editor: Anwar Dzak & Yayuk Sk.